Oct 31, 2010

Untitled

Aku benci ibuku!"

Kata-kata itu terngiang di benakku sepanjang perjalanan ini. Mataku terpana pada pemandangan yang seolah terus berlari dan berlalu dari jendela tempat dudukku di kereta. Ya, sama seperti aku. Aku seolah sedang berlari dari masa lalu.

Aku menghela nafas dan menyenderkan sisi kepalaku pada kaca jendela. Aku merasa sedikit mual dan lelah dengan keadaan ini. Dengan mata yang refleks menutup kelopaknya, aku mulai melukis ulang semua hal-hal yang memaksaku melewati hari ini.

Aku bukan anak yang sempurna, tetapi dituntut untuk sempurna menurut versi ibuku. Betul, ibuku seringkali berkata bahwa tidak apa kurang di beberapa hal. Tetapi, "kurang" menurut versi ibuku. Kekurangan lain yang tidak ibuku miliki tidak boleh terjadi pada diriku, karena itu membuatku tidak sempurna menurut versi ibuku. Dengan kata lain, ibuku menganggap dirinya yang paling benar (benar tentang kebenaran dan benar tentang kekurangan). Dan karena ibuku menganggap dirinya paling benar, aku terkadang merasa ia menjadi takut dengan kata "salah". Aku menangkap beberapa momen di mana aku menunjukkan bahwa ia salah dan ia marah kepadaku dengan menunjukkan kepadaku bahwa itu adalah salahku atau menunjukkan bahwa ia tidak sengaja sehingga itu bukan salahnya. Ia ingin dirinya bersih dari kesalahan.

Bersih. Ya, bersih itu juga menular ke tingkah lakunya. Ia mengharuskan aku seperti dirinya, bersih. Ia selalu mengganti baju atau mandi setelah duduk di ruang keluarga karena ayah sering duduk di sana dengan menggunakan pakaian kantor. Pakaian yang ayah gunakan untuk duduk entah di tempat orang lain yang mungkin berpenyakit, begitu kata ibuku. Ibuku juga selalu mencuci piring dua kali dengan urutan yang sama; dimulai dari piring yang besar, piring kecil, mangkuk, gelas atau cangkir, dan sendok-garpu. Tidak lupa ia membilas keran dengan air setelah proses mencuci selesai. Kebiasaan yang lainnya yang sering dilakukannya adalah membersihkan apapun sebelum disentuhnya, seperti gagang pintu, telepon, dan lain-lain. Dan hal ini tentu juga berlaku padaku. Ibu mengharuskan aku untuk bisa berlaku sepertinya. Baginya, menjaga kebersihan menjadi hal mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.

Berbeda dengan ibuku, aku merasa terganggu. Bukannya aku tidak menyukai kebersihan. Tetapi, aku merasa ada yang salah. Sejak awal, bagaimanapun ibu menanamkan versi sempurna dirinya dalam diriku, aku tetap diriku. Aku tidak bisa menjadi ibuku. Dan inilah mengapa aku berlari darinya saat ini. Berlari agar aku bisa memulai keadaan yang aku anggap normal. Aku sudah muak dengan keadaan yang ada.

Angin bertiup dari jendela yang dibuka perlahan secara tiba-tiba. Aku membuka mata dan tampak suamiku tersenyum.

"Sayang, aku mau ke WC dulu ya," ia berkata padaku sambil mendudukkan buah hati kami yang baru berumur 3 tahun di pangkuanku dan berlalu. Aku tersenyum dan memperhatikan peri kecilku dengan tangan kecilnya yang samar-samar berlumur cokelat. Aku tersenyum padanya sambil mengambil Mitu* dari tasku dan membersihkan tangannya. Kemudian aku mengambil Antis** dari tasku juga dan menuangkan beberapa tetes di tangannya dan membantunya mengoleskan di seluruh permukaan tangannya. Dan terakhir, aku menuangkan beberapa tetes di tanganku sambil merasakan sesak di dada.

"Aku benci ibuku!"

Kata-kata itu kembali terngiang di benakku. Mataku kembali tertuju pada pemandangan yang masih terus berlari dan berlalu dari jendela tempat dudukku di kereta. Ya, sama seperti aku. Aku hanya seolah sedang berlari dari masa lalu.


-----------------------------------

*Merk tissue basah.
**Merk cairan pembersih tangan



-Jessica Farolan-

Oct 24, 2010

Silent Reflection

A note of silent reflection in the rain.. :P

Sometimes things are easy for us, but hard for others...

Sometimes loneliness teach you many precious things...

Sometimes someone hides his / her feeling so good untill you can't see what it is behind their smile, what it is behind their warm laugh, what it is behind their painful tears, what it is behind their soft expression, what it is behind their harsh words, what it is behind their nonsense attitude...

What you called justice perhaps was an injustice for someone else...

What you called sin perhaps was a blessing for someone else...

What you called death perhaps was actually a life...

What you called patience perhaps means waiting in eternity for others...

What you do see perhaps was unseen for others...

What you do understand perhaps was a big burden of nonsense for someone else...

What you cannot reach might belong to someone else...

What you can dream might be something so luxurious for people who are dreamless...

What you hope for perhaps was an impossibility for someone else...

What you fear of perhaps was a torch of bravery for someone else...

What you don't realize perhaps was understood by others...

Stars maybe countless for you, maybe someone could count them...

Sun may bring new start for you, but rain may clean everything for the others...

Your choice perhaps kill someone out there...
....but could save someone else too in the same time.....

Life could bring you to thousand crossroads,
but you could lead life to one destination...

Understanding is to forgiving,
Forgiving is to loving,
Loving is to living,
and living your life is for everyone else in the world,
whether you realize it or not, whether you know them or not.
You have no idea of whose life you touch tonight,
of whose life yours are intertwined with...

Of thousand possibilities,
either to save...
...to let go...
...to kill...
...to start...
...to end...

or simply to stay stil...
it's yours and your hearts to make...

be wise, people. 
life well, die freely.

Oct 23, 2010

Belajar Dari Hewan



Mengapa Tidak Secerdas Siput ? Menggali Hikmah dari Kehidupan Binatang”,
Betty Y. Sundari & Yuri Ramdho Ganendra           (ZIP Books, Bandung, 2009)



Masyarakat Lebah yang Terpuji
Lebah (Bee)  adalah sejenis serangga yang hidup berkelompok dalam sebuah tempat atau koloni. Biasanya, kita dapat menjumpainya di daerah yang cenderung jauh dari pemukiman penduduk dan berada di tempat-tempat yang tinggi.

Dalam kelompoknya, lebah terbagi menjadi :
v Lebah Ratu yang berperan sebagai penghasil keturunan,
v Lebah Pekerja yang tugasnya mencari makanan, dan
v Lebah Tentara atau Penjaga yang bertugas untuk menjaga keamanan sekitar sarang tempat tinggal koloninya.
Setiap peran dijalani dengan penuh tanggung jawab.

Sang Ratu merelakan dirinya bertambah gemuk dan gemuk, serta setia untuk menghasilkan telur-telur bakal generasi lebah yang baru. Sementara Lebah Pekerja sibuk berkeliaran mencari nektar bunga untuk dibawa pulang ke sarang sebagai suplay persediaan makanan koloninya. Tidak hanya sekadar banyaknya makanan yang ia kumpulkan, tapi ia pun sangat selektif dalam memilih makanannya. Yang ia hisap hanyalah nektar bunga tertentu saja.
Sementara itu, lebah penjaga yang sekaligus juga sebagai pengasuh, dengan setia menjaga sekitar sarangnya. Apabila ada pengganggu mendekat, dengan sigap dia akan mempertahankan daerah teritorialnya. Jika perlu, lebah penjaga siap mengorbankan dirinya. Seekor lebah apabila menyengat musuhnya, kait penyengatnya akan tertinggal di dalam tubuh musuhnya. Dan biasanya lebah tersebut akan mati. Sebagian lagi dari lebah penjaga sibuk mengasuh bayi-bayi lebah mungil serta membangun sarangnya agar kokoh.
Al Qur’an  mengabadikan kehidupan lebah yang unik ini : ”Dan Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah, ’buatlah sarang di gunung-gunung, di pohon-pohon kayu, dan ditempat-tempat yang dibuat manusia. Kemudian, makanlah dari segala (macam) buah-buahan, lalu tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). ’Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sungguh pada demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berfikir. ”(QS An-Nahl ayat 68-69)

Banyak pelajaran dan hikmah yang dapat kita petik dari mengamati kehidupan masyarakat lebah. Pembagian peran dalam masyarakat lebah tak jauh beda dengan pembagian peran dalam sebuah keluarga. Ada yang berperan sebagai ayah, ibu, anak, dan peran keluarga lainnya sebagai tambahan.
Ibu yang berperan melahirkan generasi baru, ia akan melakukan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Tidak hanya sekadar melahirkan, seorang ibu juga bertanggung jawab merawat, mengasuh, dan mendidik anak. Selain itu, iapun memiliki kemampuan untuk mengantarkan putra putrinya menjadi generasi yang unggul, sehat akal, fisik, dan rohaninya sehingga anaknya mewujud sebagai generasi yang religius.
Bagaimana dengan sang ayah? Tentu saja seorang ayah yang baik akan bertanggung jawab terhadap kelangsungan kehidupan keluarganya. Ia dituntut untuk bekerja keras, cerdas, dan iklas ketika menafkahi keluarga. Tujuannya tidak hanya sekadar mendapatkan materi, tetapi dia akan memilih dan memilah mana yang baik dan halal untuk keluarganya. Ia akan sangat berhati-hati agar apa yang dia berikan kepada keluarganya benar-benar halal karena kelak ia akan mempertanggung jawabkannya dihadapan sang penguasa. Disamping itu, seorang kepala keluarga yang bertanggung jawab akan berupaya keras untuk mempersembahkan tempat tinggal yang memadai keluarganya.

Ada sebuah pelajaran berharga dari kebiasaan lebah saat ia menghisap nektar dari bunga. Ternyata, setiap kali ia mendatangi bunga untuk menghisap nektarnya, kaki-kaki mungilnya ikut menyebarkan serbuk sari. Saat hal ini terjadi, sesungguhnya ia sedang membantu proses penyerbukan bunga menjadi buah. Jadi, selain mendapatkan nektar dari bunga, iapun memberikan keuntungan terhadap tumbuh kembang bunga tersebut menjadi buah. Dengan demikian, dalam proses tersebut telah terjadi sebuah peristiwa yang saling membutuhkan keuntungan dan kepuasan bagi kedua pihak {win-win}.
Apabila yang dilakukan oleh lebah kita tiru, sesuatu yang hebat akan terjadi. Kondisi alam yang saat ini dinilai telah mengalami banyak kerusakan, sedikit demi sedikit akan berangsur membaik. Kebiasaan mengeksploitasi kekayaan alam dan  sesama manusia tidak lagi terjadi. Kita tidak lagi menjadi otak dibalik gundulnya pegunungan, terbakarnya hutan, dan mengeringnya bumi karena kita sebagai manusia yang berakal mampu menebarkan manfaat seluas-luasnya seperti lebah. Kehadiran kita didunia ini benar-benar menghadirkan karunia bagi alam semesta (rahmatan lil alamin).
Semestinya kita semakin merunduk karena rasa malu yang semakin berat setelah tahu bahwa lebah yang kecil mungil itu ternyata jauh lebih cerdas kehidupannya. Maha- Karya yang dihasilkannya berupa madu tidak hanya berguna untuk kaumnya, saja tapi juga untuk seluruh mahluk hidup, termasuk manusia. Kitab suci telah menjelaskan tentang madu yang keluar dari perut lebah bahwa sesungguhnya didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan manusia. Ini adalah sebuah jaminan langsung dari Pencipta.

Bukan hanya madu yang banyak manfaat dan lezat rasanya, ternyata racun lebah-pun memiliki kasiat istimewa yang dapat dimanfaatkan untuk beberapa proses pengobatan. Gourt, seseorang peneliti Prancis menyampaikan hasil penelitiannya yang dilakukan pada tahun 1958. Diketahui bahwa racun lebah memiliki pengaruh sebagai antibiotik atas racun pada seribu simpul saraf dan racun tetanus. Disamping itu, racun tersebut berguna untuk menghalau berbagai macam infeksi penyakit.
Setelah mengetahui hal ini, kita sebagai manusia hanya bisa berucap ”Maha suci Allah yang telah menciptakan lebah. Sungguh tidak ada yang sia-sia dari penciptaanya.”


Semut Yang Kooperatif
Semut (Ant)  tergolong binatang yang hidup berkoloni. Ciri khas dari perilakunya adalah selalu menyempatkan untuk saling bersentuhan saat bertemu dengan sesamanya. Sebagian orang mengatakan bahwa semut tersebut sedang bersalaman. Sesungguhnya mereka bukanlah bersalaman, melainkan saling menyentuh antena sebagai cara mereka berkomunikasi. Semut akan memberitahu semut lainnya apabila disuatu tempat terdapat makanan.

Apabila kita melihat sarang semut yang  biasa berada didalam tanah atau tembok-tembok yang lapuk, kita akan bedecak kagum dan memuji Sang Pencipta karena begitu tertata dengan baiknya sarang itu. Sarang semut mempunyai banyak ruang dan terowongan serta memiliki berbagai fungsi. Ada sarang yang berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan telur, kepompong atau larva, juga tempat tinggal Sang Ratu Semut, gudang makanan, bahkan ada ruangan khusus untuk menyimpan sampah! Setiap ruangan dijaga oleh semut-senut pekerja. Mereka bertugas merawat semua ruangan yang ada agar berfungsi dengan baik. Selain itu, ada juga semut yang bertugas mencari dan mengumpulkan makanan serta membuat ruangan baru.

Satu hal yang menarik perhatian kita adalah cara semut saat mencari dan mengumpulkan makanan. Selain kita mengenal semut sebagai pekerja yang ulet, ia juga merupakan hewan yang memiliki antena sehingga mampu membaui sesuatu dari jarak jauh. Dengan begitu, ia dapat mengetahui lokasi tempat makananya berada. Kemudian ia akan menginformasikan temuannya kepada teman-temannya. Apabila makannan tersebut terlalu besar atau berat, mereka siap untuk mengangkutnya secara gotong royong.
Semut memang memiliki ukuran fisik yang sangat kecil. Namun, Tuhan memberikan kekuatan yang luar biasa kepadanya terbukti bahwa mulut semut yang kecil itu mampu mengangkat benda 50 kali lebih berat dari tubuhnya!

Masyarakat semut belum berhenti bekerja selama persediaan makanan disarangnya belum penuh. Kalaupun sudah penuh, semut pekerja yang lainnya siap membuatkan ruangan baru untuk menyimpan makanan.
Keistimewaan semut diabadikan dalam Kitab suci. Dengan demikian, banyak pelajaran dan hikmah yang bisa kita ambil. Tentu saja yang tampak dari keistimewaanya adalah kebiasaan gotong royong dalam kehidupannya. Kepeduliannya terhadap sesama semut untuk saling membantu menjadi ciri khas yang bisa kita tiru. Sebesar dan seberat apapun pekerjaan yang dihadapi, semut-semut itu dapat menuntaskannya dengan kebersamaan dan kerja sama {team-work) yang baik.

Kebersamaan dan solidaritas yang tinggi terlihat saat semut saling menukar informasi perihal lokasi makanan yang merupakan rezeki bagi mereka. Sifat kedermawanan tingkat tinggi kaum semut ini sepertinya harus kita tiru untuk program hidup kita, yaitu meningkatkan kesejahteraan hidup secara merata.
Kaum semut ini juga memberikan gambaran penting kepada kita bagaimana mereka dapat hidup sehat. Mereka melakukan pemetaan ruang dengan baik dan tepat. Layaknya ahli perencanaan tata ruang yang andal, semut menyiapkan dan membagi ruang sesuai dengan fungsinya. Keteraturan dan kebersihanyapun dijaga sedemikian rupa sesuai dengan standar ideal bagi mereka.

Satu hal lagi yang bisa kita contoh dari perilaku kehidupan semut, yaitu bagaimana mereka rajin menabung. Dalam hal ini adalah mengumpulkan cadangan makanan untuk komunitasnya. Keberadaan mereka di dunia ini tidak menjadi beban bagi mahluk lainnya. Bahkan, kebiasaan para semut ini menabung makanan justru memberi efek manfaat bagi alam. Ternyata, kumpulan makanan yang mereka timbun dapat menyuburkan dan menggemburkan tanah disekitarnya. Apakah tabungan kitapun bermanfaat untuk saudara-saudara kita?



Tikus Sang Koruptor
Di dalam setiap berita televisi ataupun koran tentang para koruptor yang tertangkap dan diadili dipengadilan digambarkan dengan sosok seekor binatang berkerah putih, yaitu Tikus (rat/mouse). Seperti lambang ini diamani oleh semua orang karena memiliki pandangan yang sama.

Tikus yang dinilai rakus sangat pas mempresentasikan seorang koruptor. Hal ini sangat beralasan karena perilaku tikus sering kali merugikan kita dengan cara merusak barang-barang, menggerogoti segala hal yang ditemukan, dan tak jarang merusakan tanaman padi yang siap dipanen. Hal tersebut sungguh merugikan banyak pihak.




Kura-kura si Pencari Aman
Kura-kura  (Turtoise)  selain terkenal sebagai binatang yang paling lamban geraknya, ternyata dia juga binatang yang super hati-hati dan cenderung senang menyendiri (soliter). Tubuhnya yang lunak terlindungi oleh baju cangkang yang keras.
Kura-kura sangat berhati-hati saat akan menjulurkan anggota badanya, sekalipun untuk melangkahkan kakinya. Dia akan sabar menunggu lama mengintai dibalik tempurungnya memantau situasi disekitarnya. Ketika situasi dianggapnya aman, barulah dia menjulukan anggota badanya sedikit demi sedikit. Apabila tiba-tiba situasi menjadi tidak aman atau terdapat gerakan asing sedikit saja, secepat kilat dia akan menarik anggota badannya, terutama kepalanya untuk bersembunyi dibalik terpurungnya yang keras .

Jika anda  memaksa kura-kura untuk mengeluarkan kepala dari tempurungnya, anda perlu berjuang keras karena saat itu mungkin saja kura-kura merasa dirinya terancam sehingga tetap menyembunyikan kepalanya. Orang yang sangat mengenal kura-kura akan berusaha memberikan kehangatan kepadanya. Dengan begitu, sedikit demi sedikit ia akan mengeluarkan kepalanya.
Kondisi kura-kura yang seperti itu melambangkan seseorang yang senang mengucilkan dirinya, introvert, dan selalu menolak untuk menyampaikan pendapat. Orang seperti ini senantiasa menyembunyikan dirinya ditempat yang dipikirnya ”aman” dari bahaya sekitarnya. Dia akan sangat berhati-hati dalam melangkahkan kakinya keluar dari ”zona aman.” Dan dia akan secepat kilat berbalik ke dalam istananya jika dirasakan diluar ada bahaya yang siap menerkamnya. Dengan demikian, orang seperti ini akan sangat sulit untuk bergaul dan berbaur dengan sekitarnya.

Perilaku kura-kura ini menggambarkan bagaimana seseorang yang terlalu hati-hati dalam hidupnya. Saking hati-hatinya, dia cenderung lebih banyak menarik diri dari lingkungan, cari aman (safe player) dan banyak bersembunyi di balik perisai keamanannya {comfort zone}. Perisainya itu bisa berupa rumah kebanggaannya, jabatan , keturunan, atau kekayaan.

Seseorang karekter seperti kura-kura biasanya tidak memiliki keberanian menghadapi masalah secara langsung. Bahkan, sebelum masalah itu ada, dia lebih dahulu bersembunyi atau lari dari masalah, atau mencari perlindungan dibalik perisainya. Tentu saja hal ini tidak kita lakukan terus-menerus. Mengapa? Selama kita hidup, selama itu pula kita senantiasa akan berhadapan dengan masalah dan resiko. Justru dengan berani mengambil resiko terukur dan menuntaskan masalah, hidup itu akan semakin maju.



Harimau yang maunya Menang Sendiri
Pernahkah Anda  melihat  Harimau / Macan (Tiger)  saat berburu dan menikmati mangsanya? Saat berburu, harimau akan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan mangsanya dan mempertahankan miliknya. Dia enggan untuk berbagi dengan yang lainya. Sangat beda dengan kawanan singa betina (lioness)  yang selalu berburu bersama dan berbagi makanan hasil buruannya itu. Harimau adalah tipikal single-fighter yang mengandalkan ”one man show”, sedangkan singa-singa betina mencerminkan semangat gotong royong yang menghasilkan teamwork yang efektif

Melihat perilaku harimau seperti demikian melukiskan tokoh yang sangat kuat dan serakah. Dia maunya menang sendiri dan jauh dari sifat bijaksana. Jika para pemimpin kita memiliki sifat buruk seperti harimau, akan seperti apakah jadinya negara ini. Sungguh sangat mengerikan. Tirulah keberanian Harimau, tapi jangan tiru keegoisan Harimau. Ingat, tahun ini adalah ”Tahun Macan”... jadi waspadalah...


Kepiting Pendengki
Masyarakat pedesaan gemar sekali menangkap dan memakan kepiting sawah. Demikian pula para penduduk di pesisir pantai. Di sela-sela menangkap ikan, merekapun menangkap  kepiting (crab), selain untuk dikonsumsi sendiri juga untuk dijual.
Ukuran kepiting memang kecil, namun rasanya sangat lezat. Siapapun pasti tahu tentang kelezatan kepiting saus mentega, apalagi jika kepitingnya bertelor, dan juga renyahnya kepiting soka yang sedang ganti kulit.

Kepiting-kepiting itu dengan mudah dapat ditangkap pada malam hari, lalu dimasukkan kedalam wadah, tanpa harus diikat. Kepiting yang ditangkap bisa hidup beberapa hari. Keesokan harinya, kepiting-kepiting itu yang telah ditangkap, akan direbus dan diolah menjadi lauk yang siap disantap sebagai menu utama makan pagi, siang, dan malam.

Ada hal menarik dari kepiting-kepiting yang berhasil ditangkap. Sekelompok kepiting yang sudah ada di dalam wadah berusaha keras untuk keluar dari wadah dengan menggunakan capit-capitnya yang kuat. Namun anehnya, para penangkap kepiting yang handal tidak merasa khawatir akan tangkapan mereka dapat kabur, sehingga merasa tidak perlu mengikatnya. Apa yang menyebabkan mereka demikian?
Para penangkap kepiting tahu persis bahwa kepiting  akan selalu berusaha untuk meloloskan diri dari wadah. Namun, mereka tahu betul sifat dasar kepiting. Apabila salah seekor kepiting  hampir dapat meloloskan diri keluar dari wadah, kepiting lainnya berusaha pula dengan keras menariknya lagi untuk kembali kedasar wadah. Begitu seterusnya sehingga tidak ada seekorpun yang berhasil keluar dari tempatnya !

Tanpa kita sadari, kadang-kadang kitapun suka bertindak layaknya seperti kepiting yang pendengki (iri) itu. Seharusnya kita bergembira merespons teman kerja atau tetangga kita yang mengalami kesuksesan. Namun sayangnya, yang terjadi malah sebaliknya. Tidak jarang kita malah berprasangka buruk penuh kecurigaan bahwa kesuksesan teman kita itu diraih dengan cara yang tidak benar. Istilahnya ”senang melihat orang lain susah” dan ”Susah melihat  orang lain senang”.

Untuk itu, kita dituntut berhati-hati menjalani hidup ini apalagi jika didalamnya sarat dengan atmosfer kompetisi yang ketat. Biasanya, sifat iri, dengki, ataupun kemunafikan muncul seiring terjalinnya interaksi tanpa kita sadari sebelumnya. Dan tidak jarang, sifat-sifat buruk dapat berhasil ”membunuh” karier dan rezeki kita sendiri.  Dalam hal ini, tidak berarti kita dilarang berkopetisi dalam bisnis maupun bentuk lainnya.
Tentu saja yang menjadi tuntutan adalah bagaimana kita menjalankanya. Sesungguhnya yang utama bukanlah kemenangan. Adapun yang terpenting dari itu semua adalah seberapa jauh kita mengembangkan diri seutuhnya. Jika kita berkembang, bisa jadi kita adalah bagian dari sebuah kemenangan, dan bisa juga bagian dari sebuah kekalahan dalam suatu persaingan. Namun, yang pasti kita adalah ”pemenang” dalam kehidupan ini karena mampu berkembang dan bertumbuh dengan benar.

Jika anda ingin mengenali diri apakah pada saat ini anda termasuk ”tipe kepiting” atau bukan, Anda dapat mengetahuinya dari ciri-ciri berikut ini. Jika anda mengangguk dan mengiyakan bahwa salah satu ciri ada pada anda, berarti jelaslah sudah bahwa anda adlah kepiting itu. Namun tentunya, anda pun bisa berharap semoga tidak ada satu ciri pun ada pada diri anda.

1.     Selalu mengingat kesalahan orang lain (pendendam), bahkan senang menyalahkan orang lain ataupun situasi yang sudah lampau. Lebih lagi, menjadikannya sebagai pedoman dalam menentukan tindakan atau langkah selanjutnya.
2.     Banyak mengkritik orang lain, tapi tidak terima dikritik dan jarang sekali introspeksi (mawas diri).
3.     Hobi menceritakan kelemahan & kekurangan orang lain (bergossip), tapi tidak mengetahui kelemahan dirinya sendiri sehingga ia hanya sibuk menarik ”kepiting-kepiting yang akan keluar dari wadah” (tidak rela, bahkan berusaha menggagalkan sukses orang lain) dan melupakan usaha penyelamatan dirinya sendiri.

Alangkah berbahayanya sifat dengki ini sehingga kita diwajibkan untuk melakukan introspeksi diri, jangan-jangan kita sudah terjangkiti ’Virus’ mematikan ini. Tidak ada kata terlambat untuk sebuah perbaikan. Asalkan kita berniat kuat untuk melakukannya, bukan tidak mungkin pertolongan Tuhan pun turun untuk kita.
Rasulullah SAW menasehati kita melalui hadits berikut ini, ”Jauhilah sifat dengki, karena dengki memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar” (HR Abu Dawud)

Jika kita kembali pada cerita kepiting-kepiting yang tertangkap itu, sebenarnya mereka bisa keluar dari wadah itu semua dan selamat dari panasnya air rebusan. Andai saja mereka berjiwa besar untuk melakukan proses pelarian, tentu saja satu persatu dapat keluar dari wadah. Jiwa besar yang mereka miliki akan melahirkan keinginan besar untuk saling tolong-menolong dan mendahulukan orang lain.
Coba renungkan, berapa waktu yang anda pakai untuk menggosipkan teman kerka, atasan dan bawahan? Gantilah waktu yang anda habiskan itu untuk memikirkan cara-cara pengembangan diri anda untuk menjadi pribadi yang sukses dan bahagia.



Kutu Kucing yang patah semangat
Kutu Kucing  (Cat’s flea)  adalah hewan kecil yang mampu melompat 300 kali tinggi tubuhnya. Namun, apa yang terjadi jika dia dimasukkan kedalam sebuah kotak korek api kosong dan kemudian dibiarkan disana selama satu hingga dua minggu? Hasilnya, kutu itu sekarang hanya mampu melompat setinggi kotak korek api saja! Kemampuannya melompat 300 kali tinngi tubuhnya tiba-tiba hilang. Mengapa?

Inilah yang terjadi. Ketika kutu itu berada didalam kotak korek api, dia mencoba melompat tinggi. Akan tetapi, dia terbentur kotak korek api. Dia mencoba lagi, dan terbentur lagi. Begitulah seterusnya sehingga ia mulai ragu akan kemampuannya sendiri. Diapun mulai berfikir dan berbicara sendiri, ”sepertinya kemampuan saya melompat memang hanya setinggi ini.”
Kemudian kutu itu menyesuaikan lompatannya dengan ruang tempat tinggalnya. Dengan begitu, dia makin yakin saja bahwa kemampuannya melompat hanya sebatas tinggi ruang tinggalnya.
Ketika kutu itu sudah dikeluarkan dari kotak korek api, dia masih saja merasa bahwa batas kemampuan lompatannya hanya setinggi kotak korek api. Sang kutupun hanya seperti itu hingga akhir hayat. Dan pada akhirnya, kemampuan yang sesungguhnya tidak tampak sama sekali. Kehidupannya telah dibatasi oleh lingkungannya.
Sesungguhnya di dalam hidup kita banyak terdapat ”kotak korek api”. Misalnya, kita harus berhadapan dengan atasan yang tidak suka melihat bawhannya maju. Dia akan berusaha keras menghambat karir kita sebagai bawahannya. Ketika kita mencoba melompat tinggi dan berhasil, dia sama sekali tidak memberikan pujian, malah sebaliknya, dia merasa tersaingi. Dia bagi diri kita bagaikan ”kotak korek api”, dia membatasi ruang gerak keberhasilan dan dapat mengerdilkan kita.
Bagi pasangan suami istri, pujilah pasangan anda karena keberhasilannya dalam menjalankan kewajiban. Dan bagi para orang tua, jangan lupa untuk selalu memuji buah hati yang berprestasi. Walaupun dalam sebuah hubungan terdapat kekurangan, fokuskan kelebihannya karena kekurangan-kekurangan itu bisa jadi seperti ”kotak korek api” yang dapat membatasi kemampuan seseorang untuk berkembang.

Contoh ”kotak korek api” lainnya adalah teman kerja. Ketika teman kita melihat diri kita yang begitu giat bekerja, dia bisa saja melontarkan pendapatnya bahwa segiat apapun kerja kita, sesungguhnya hal itu tidak akan menyebabkan gaji kita meningkat dan karier kita menanjak. Kehadiran teman kerja bagi kita bisa jadi bagaikan ”kotak korek api” yang akan menghambat perkembangan potensi prestasi kita.

”Kotak korek api” yang sering ditemui dibumi Indonesia tercinta ini adalah ketika seorang wanita bergerak untuk maju dan menemui hambatan. Seorang wanita dianggap memiliki langkah yang pendek dan tidak layak melangkah lebih jauh lagi. Urusan wanita hanyalah seperti ”dapur, kasur, dan sumur”, seperti itu pula anggapan yang dapat mengerdilkan keberadaan wanita.

”Kotak korek api” juga bisa berbentuk kondisi tubuh yang kurang sempurna, tingkat pendidikan yang rendah, keturunan, kemiskinan, usia, dan lain sebagainya. Apabila semua itu menjadi kotak korek api, dia akan menghambat prestasi sehingga kemampuan kita yang sesungguhnya tidak tercermin dalam aktivitas sehari-hari.

Apabila potensi kita yang sesungguhnya ingin muncul, kita harus take action untuk menembus kotak korek api itu. Kita pasti mengenal Helen Keller. Walaupun dia seorang yang buta, tuli, dan gagu, ternyata dia mampu menyelesaikan pendidikannya di Harvard University. Bill Gates tidak menyelesaikan pendidikan sarjananya, namun mampu menjadi ”raja” komputer. Andrie Wongso tidak menamatkan sekolah dasarnya namun dia mampu menjadi motivator nomor satu di Indonesia.  Contoh lain adalah mantan Menteri Negeri BUMN, Sugiharto, yang pernah menjadi pedagang asongan, tukang parkir, dan kuli dipelabuhan. Kemiskinan tidak menghambatnya untuk terus maju. Bahkan, sebelum menjadi Menteri beliau pernah menjadi seorang eksekutif disalah satu perusahaan ternama. Begitu pula dengan Nelson Mandela. Ia menjadi Presiden Afrika Selatan pada usia 65 tahun. Kolonel Sanders sukses membangun jaringan restoran Fast Food ketika usianya sudah lebih dari 62 tahun.

Nah, apabila kita masih terkungkung oleh kotak korek api, pada hakikatnya kita masih terjajah, belum merdeka sepenuhnya. Orang-orang seperti Helen Killer, Andrie Wongso, Sugiharto, Bill Gates dan Nelson Mandela adalah orang yang mampu menembus kungkungan ”kotak korek api”. Merekalah contoh sosok orang yang merdeka sehingga mampu menembus berbagai keterbatasan. Break your border, touch the sky!

See You Around

LYSA (Let Your Spirit Arise)

Oct 22, 2010

Makan siang yang menyembuhkan luka

Makan siang bersama ayah, membawaku pada ingatan masa kecilku di mana aku acapkali diajaknya makan sepulang sekolah. Di dekat sekolahku atau di kantornya. Hari biasa ataupun akhir pekan. Semuanya terasa istimewa.

Mengapa istimewa?

Istimewa karena ia datang menjemputku dengan baju kerjanya.

Menyeruak dengan tubuh besar di antara orang-orang lain yang juga mau menjemput

Celingak-celinguk mencariku di antara anak-anak sekolah yang berhamburan keluar.

Lalu, wajahnya menjadi cerah dan bersemangat ketika berhasil menemukanku.

Dipeluk lalu digandengnya tanganku.

I am a proud daddy’s girl

Aku berjalan dengan riang dan bangga

Sambil tak sabar menantikan, makanan apa yang akan kami santap bersama.

Kadang tak selalu makanan mewah.

Seringkali makanan yang sama dengan minggu-minggu sebelumnya.

Tapi selalu senang dijemput ayah

Karena ayah meluangkan waktunya untuk menjemputku

Karena dengan baju kerjanya ia datang, sejenak meluangkan waktunya untukku

Rasanya aku begitu berharga

Aku begitu berarti

Aku merasa dicintai.

------------------------------------------------------------------------------------------

Pengalaman ini terasa begitu hidup dan pekat saat ini.

Terbayang dan terasa bagaimana senangnya aku dijemput ayah

Terasa betapa senangnya dibela-bela dijemput ayah di tengah banyaknya pekerjaan kantor

Terasa senang lebih berharga dari tumpukan pekerjaan yang menantinya

Terasa spesial

Terasa hangat dalam naungan cintanya

Merasa aman dalam dekapannya

Cinta ayah, mengajarkanku tentang cinta Allah

Cinta Bapa kepada anaknya

Cinta Allah Bapa kepadaku

Cinta seorang ayah yang selalu antusias menyambut kedatangan anaknya

Cinta seorang ayah yang selalu membuka tangannya agar aku bisa menghambur ke pelukannya

Cinta seorang ayah yang penuh rasa aman,

Seakan tak ada yang perlu dikhawatirkan.

...

Saat ini, belasan tahun setelah masa-masa itu

Penginderaan ini memberikan kesadaran

Tentang suatu pengalaman positif di masa kecilku

Di mana aku bisa berpijak, menjejak

Untuk memperoleh energi untuk pertumbuhkembangan diriku

Energi yang berasal dari cinta

Cinta ayah yang merupakan perpanjangan cinta Allah

Cinta ayah yang menjadi representasi kecil dari kemahacintaan Allah

Yang luas, tak bertepi

Yang saat ini menjangkau bagian diriku yang terluka

Memasukinya, menyinarinya, menghangatkannya

Seperti salep yang dioleskan dengan lembuh dan penuh kasih

Pada luka di kulit.

Luka ini masih perlu berproses, demikian juga aku.

Aku menerima proses ini dan mensyukurinya

Terima kasih, Bapa untuk jamahanmu di saat tak terduga.

Oase di tengah ruang sempit

Rumah pada umumnya terdiri dari berbagai ruang yang dibangun sesuai dengan kebutuhan penghuninya. Ketika kebutuhan-kebutuhan tersebut tercukupi oleh ruang-ruang yang ada, manusia seringkali lupa dengan kebutuhan manusia lain yang hidup bersamanya. Ketika ruang-ruang itu dibuat sebesar dan seluas mungkin sebagai simbol kemapanan, di sudut tak terlihat ada ruang yang semakin rapuh tak terjamah

Ruang itu menganga...
mungkin berusaha tegar
mungkin berusaha bicara
tapi kadang pemilik mengacuhkannya
menganggapnya tak ada
dan akhirnya mati rasa...

Rasa boleh mati
Logika boleh membekukannya
Tubuh boleh mengacuhkan pedihnya
tapi cinta yang menghidupkan
menuntun dalam ketertatihan...
untuk mengembalikan ruang itu pada kesejatiannya

Berinteraksi bersama keluarga di ruang yang terbatas, seperti mobil, meja makan atau restoran mampu menghadirkan oase untuk menyirami kembali cinta di dalam keluarga, untuk memekarkan lagi kuncup-kuncup maupun bunga cinta yang memfasilitasi
pertumbuhkembangan tiap individu di dalam keluarga.

Di dalam keterbatasan tempat maupun waktu,
interaksi satu sama lain dimungkinkan terjadi.
Satu bercerita, yang lain mendengarkan sambil menimpali.
Satu tertawa, yang lain ikut mentertawakan.
Satu bimbang, yang lain memberikan pandangannya masing-masing.
Tanpa disadari tercipta rantai dan konektivitas yang menyatukan keluarga.

Melakoni apa adanya,
menerima apa adanya,
memunculkan kesadaran bahwa keluarga adalah rahmat,
keluarga adalah cinta,
keluarga adalah wadah di mana individu berproses dan berpetualang untuk semakin memahami dan mengenal dirinya sendiri.

Untuk setiap individu yang sedang dan senantiasa berjuang di tengah keluarga,
Salam Perjuangan!

Love Is Like Writing A Story

Ada banyak metafora untuk cinta. Gue pernah mendengar bahwa cinta itu seperti mencari jarum di dalam tumpukan jerami, cinta itu seperti permen karet, cinta itu seperti biola, cinta itu seperti menunggu bus, cinta itu seperti oksigen, dan lain sebagainya (perumpamaan-perumpamaan ini beneran ada – di google saja! ;p).

Untuk menambah daftar metafora tersebut, gue ingin membuat satu perumpamaan sendiri. Menurut gue, cinta itu seperti menulis cerita (mungkin Anda bisa menebak dari judulnya. Haha xp). Perumpamaan ini memang bukan yang paling orisinal. Perumpamaan ini mungkin adalah salah satu perumpamaan ter-klise yang pernah Anda dengar. Tapi, menurut gue cinta itu memang seperti menulis cerita.

Jatuh cinta itu seperti membeli buku tulis dan alat tulis, kemudian memutuskan untuk mulai menulis cerita. Anda memilih buku dan alat tulis apa yang Anda pakai, persis seperti Anda memilih calon pacar atau pasangan hidup. Anda punya kriteria tersendiri. Kemudian, Anda mulai menulis cerita menggunakan buku dan alat tulis yang sudah pilih. Anda memutuskan untuk berkomitmen dan menjalin hubungan dengan pilihan Anda. Perumpamaan ini tentunya bisa diaplikasikan ke berbagai situasi. Bisa saja Anda yang dengan aktif mencari buku tulis dan alat tulis. Bisa juga Anda dihadiahkan atau dipinjamkan alat tulis oleh teman Anda. Atau, bisa juga Anda diharuskan untuk menggunakan buku tulis dan alat tulis tertentu. Setuju? ;p

Cerita cinta Anda adalah apa yang Anda tuliskan di dalam buku Anda. Anda bisa menulis tentang apa saja. Anda bisa menulis pengalaman yang menyenangkan, pengalaman yang menyedihkan, pengalaman yang menegangkan, pengalaman yang mengharukan, dan sebagainya. Terserah Anda. Tulisan Anda mungkin rapi dan teratur, atau tulisan Anda mungkin berantakan. Semuanya bergantung kepada Anda sebagai penulis. Jika Anda menulis dua cerita sekaligus, mungkin Anda sedang mengencani dua wanita (atau pria, atau satu pria dan satu wanita) pada waktu yang sama.

Ketika Anda bertengkar, mungkin Anda salah tulis. Kesalahan penulisan tersebut mungkin sebatas salah titik, salah koma, atau salah kata, hingga salah kalimat, salah paragraf, atau salah halaman. Untuk memperbaiki kesalahan tersebut, Anda bisa mencoret tulisan yang salah, menghapus tulisan yang salah menggunakan penghapus, menutupi tulisan yang salah menggunakan tip-ex, atau merobek bagian yang salah dari buku Anda. Apa pun yang Anda lakukan, kesalahan tersebut tidak benar-benar hilang. Bekasnya akan tetap ada, sehingga Anda bisa belajar dari kesalahan tersebut. Kemudian, Anda kembali menulis (baca: you move on) ;p

Dari waktu ke waktu, mungkin Anda akan mandek, bosan, atau jenuh. Pada titik ini, Anda bisa memutuskan untuk beristirahat sejenak, kemudian lanjut menulis, atau berhenti menulis. Jika yang terjadi adalah Anda berhenti menulis, gue membayangkan bahwa ada beberapa situasi yang mungkin terjadi:

  1. Anda menyelesaikan penulisan cerita Anda, menutup buku tulis Anda, lalu menyimpannya. Menurut gue, ini menggambarkan putus atau cerai yang baik-baik.
  2. Anda tidak menyelesaikan penulisan cerita Anda, tapi langsung menutup buku tulis Anda. Ini putus atau cerai yang gantung.
  3. Anda memberikan buku Anda kepada orang lain, karena orang bilang, kalau sayang, Anda akan membiarkan dia pergi.
  4. Anda mulai menulis kembali dari halaman paling belakang. Mungkin ini menggambarkan bahwa Anda berubah orientasi. Jika Anda pria, Anda merasa bahwa pria ternyata lebih baik dari wanita. Jika anda wanita, Anda merasa bahwa wanita ternyata lebih baik dari pria. Keadaan ini tentunya bisa berjalan sebaliknya ;p
  5. Anda membakar buku Anda, karena Anda tidak percaya lagi dengan yang namanya cinta.
  6. Buku Anda diambil oleh orang lain. You know. Hehe xp

Hope you had fun!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...