Jul 24, 2011

Tugas Mengarang. Tema: Keluargaku. Tanggal: 23 Juli 2011

Papa sangat sayang aku. Kata Papa, pendidikan itu sangat penting. Jadi, Papa menyekolahkanku di sini. Papa pilih sekolah ini karena aku bisa diajarkan tiga bahasa. Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin, dan Bahasa Indonesia. Lebih sering Bahasa Inggris, karena itu bahasa yang dipakai di banyak negara. Juga Bahasa Mandarin, karena negerinya sedang berkembang. Bahasa Indonesia sesekali saja, dan aku kesal karena banyak orang berbahasa Indonesia dan aku kurang dapat memahaminya. Oh ya, aku juga bisa Bahasa Jawa karena pembantuku dari Jawa Tengah dan dia selalu menemaniku ke mana-mana.

Papa juga memberi aku beberapa les. Hari Senin, aku les Matematika di Kumon. Levelku sudah sampai level kelas 5 SD, padahal aku masih 3 SD dan aku bisa mengerjakan tugas-tugasnya paling cepat dari anak lainnya. Kata Papa Matematika itu pelajaran yang paling penting, dan papa sayang aku karena aku pintar Matematika. Hari Selasa, aku les Bahasa Inggris. Kata Papa, Bahasa Inggris itu sangat penting, jadi selain di sekolah, aku juga harus les Bahasa Inggris. Dan Papa juga selalu berbicara Bahasa Inggris denganku supaya aku semakin lancar berbicara Bahasa Inggris. Hari Rabu, aku les Matematika lagi, dan hari Kamis aku les Bahasa Inggris lagi. Hari Jumat aku les pelajaran. Ada guru yang datang ke rumahku dan dia mengulang pelajaran aku selama satu minggu itu, atau biasanya membantu aku belajar untuk ulangan dalam minggu itu. Kata Papa nilai raporku harus bagus dan waktu kenaikan kelas kemarin aku ranking 1, jadi Papa semakin sayang aku. Hari Sabtu aku les piano karena Papa dari dulu ingin belajar piano tapi tidak bisa, jadi sekarang Papa senang kalau melihat aku bisa bermain piano. Setelah les piano, biasanya mama mengajakku jalan-jalan ke mall.

Mama memang selalu sibuk kerja dari hari Senin sampai Jumat. Mama sudah pergi ke kantor sebelum aku bangun pagi, dan biasanya Mama pulang kantor jam 9 malam karena banyak rapat katanya, dan aku selalu sudah harus tidur jam 9 malam karena besoknya aku harus bangun jam 6 pagi. Tapi tetap saja Mama sangat menyayangiku. Mama terus bekerja karena sayang aku. Uang hasil Mama kerja selalu dipakai untuk membelikan aku barang-barang. Waktu itu Mama belikan aku BB. Juga PSP dan beberapa barang lainnya. Mama juga sering membelikan aku baju. Kadang bajuku sama persis dengan baju mama. Modelnya juga sama. Jadi seperti kembar. Kata Mama supaya kompak, jadi orang-orang bisa lihat kalau Mama sangat sayang aku. Sepatu juga Mama kadang belikan seperti sepatu model mama. Kalau jalan ada bunyi tok-tok nya. Supaya aku cantik, dan biasanya kalau aku tampil cantik, Mama semakin sayang aku.

Hari Minggu, kadang-kadang Mama ikut arisan. Di arisan itu Mama berkumpul sama teman-teman SMA Mama. Ada juga arisan sama teman-teman kuliah Mama. Biasanya aku diajak. Mama suka cerita tentang aku. Mama bangga karena aku rangking 1, dan aku bisa main piano. Ada teman Mama yang anaknya pintar ballet, jadi kata Mama aku juga harus belajar ballet. Teman-teman Mama juga bilang aku cantik, jadi Mama senang ajak aku dan Mama semakin sayang aku.

Papa sayang aku, Mama sayang aku.
Aku sayang Papa, aku sayang Mama.
Aku selalu ingin bisa menyenangkan mereka dan menjadi anak baik supaya mereka terus sayang aku.

Jul 23, 2011

Baliho Rakornas PD



Baliho rakornas. Partai Demokrat mengelar rakornas di Sentul International Convention Centre, Sabtu-Minggu (23-24/7). Tampak 2 baliho terpampang di ruas jalan tol Tebet dan Semanggi. Baliho pertama (terpotong) tertulis “Jangan karena nila setitik, rusak susu sebelangga”. Dan, baliho yang lain “Kembali ke jati Diri Partai Demokrat Politik Bersih, Cerdas dan Santun”. Timbul pertanyaan, siapakah/apakah yg dimaksud nila (setitik)? yakin, hny setitik? atau justru segumpalan nila? kemudian, kalau dikatakan kembali ke jati diri, berarti scr tidak langsung selama ini jati diri sesungguhnya sudah pergi/hilang? apakah karena nila? yah, saya yakin, Anda bisa bantu menjawabnya.

Jul 14, 2011

Sepak Bola: Antara Cinta dan Cita-Cita

Andrea Hirata, Novelis Indonesia yang sukses dengan novel Laskar Pelangi-nya, kini menghadirkan Sebelas Patriot sebagai novel ketujuhnya. Sebelas Patriot melukiskan tentang cinta seorang anak, pengorbanan seorang ayah, makna menjadi orang Indonesia, dan kegigihan menggapai mimpi-mimpi.
Sepak Bola dan Perlawanan
Hanung Handoko dalam pengantar bukunya Sepak Bola tanpa Batas menulis demikian “Sepak bola bukan lagi sekedar joga bonito (permainan indah) para aktornya untuk menciptakan gol dan meraih kemenangan. Sepak bola juga tidak lagi sekedar pertandingan 2 x 45 menit (plus extra time dan adu penalti), tetapi sepak bola telah memberi pelajaran terhadap refleksi kemanusiaan kita”. Hal itulah yang menjadi salah satu intisari yang mengemuka dalam karya Andrea Hirata dalam Sebelas Patriot. Sepak bola sebagai salah satu cabang olah raga yang begitu banyak digandrungi masyarakat dunia pernah menjadi simbol kolonial Belanda menegakan superioritasnya di tanah koloni yakni Indonesia secara khusus di tanah Belitong.
“Baginya (Van Holden-Distric beheerder), setiap aspek, termasuk sepak bola, adalah politik dan dia akan menggunakannya untuk satu tujuan yaitu melanggengkan pendudukan Belanda. Lebih dari itu, tim sepak bola gabungan Belanda tak pernah dikalahkan tim mana pun (hlm. 20)”.
“Van Holden (Distric beheerder yang membawahi wilayah ekonomi pulau Bangka dan Belitong) memerintahkan agar hari lahir Ratu Belanda diperingati di tanah jajahan. Orang-orang Melayu dipaksa memeriahkan hari kelahiran ratu dari bangsa yang terang-terangan di siang bolong menindas mereka. Perayaan itu ditandai dengan pertandingan olahraga dalam kompetisi piala Distric beheerder. Orang jajahan bertanding sesama orang jajahan. Tapi tentu saja, sehebat bagaimanapun, orang jajahan tidak boleh menang melawan penjajah (hlm. 11-12)”.
Mereka (orang-orang jajahan) yang “membandel” akan berujung tragis. Belanda membawa mereka ke dalam tangsi dan memperlakukan tidak manusiawi. Atletdan pelatih kita ada yang “dikandangkan”, tidak diizinkan untuk bertanding dan melatih, babak belur, gigi tanggal, tulang remuk, dan diasingkan. Namun, seakan tidak jera sekalipun dimasukan dalam “camp konsentrasi” masih ada yang tetap “membandel”. Hal itu dilakoni 3 bersaudara yang mana satu diantaranya adalah ayahnya Ikal.
Perlawanan terhadap penjajah tidak harus mengangkat senjata. Tapi perlawanan bisa dalam bentuk pertandingan sepak bola. Dan inilah saat dimana “senjata” memakan tuannya sendiri. Belanda yang awalnya mengunakan sepak bola untuk menegakan supremasi di tanah jajahan mereka harus menanggung malu karena sepak bolalah yang mendamprat wajah mereka. Usaha Van Holden untuk membendung kedigdayaan 3 bersaudara dari unit parit tambang dengan membangkucadangkan mereka. Namun, mereka menepis keinginan Van Holder dan membawa kemenangan Indonesia atas Belanda.
“Mereka tak menghiraukan bahaya yang bahkan dapat mengancam jiwa. Mereka tidak dapat menahan diri untuk tidak bermain sepak bola. Karena sepak bola adalah kegembiraan mereka satu-satunya. Lapangan bola adalah medan pertempuran untuk melawan penjajah (hlm. 21).”
PSSI Harga Mati!
Sekalipun PSSI sedang berkecamuk (saat itu) dengan berbagai persoalan yang mungkin samas-sama kita ketahui tapi tidak mempengaruhi Ikal untuk menc
intai PSSI apa adanya. Hal itu tidak terlihat secara terang benderang dalam karya terbarunya ini kalau ia mengkritik atau bahkan mengutuk carut marut yang melanda Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia ini. Tetapi sebaliknya mencintai PSSI dengan keapaadaanya apalagi sampai berpalinghati ke negara lain. Memang, Ikal juga menyukai Real Madrid, tapi rasa sukanya pada salah satu klub Spanyol itu tak bisa menyaingi kecintaannya pada Tim “Garuda”, Indonesia.
Pada posisi ini Andrea Hirata ingin mengajarkan kepada kita untuk mencintai apa yang kita miliki dengan sepenuh hati, meskipun apa yang kita miliki jauh dari kesempurnaan. Ikal juga tidak melarang kita untuk mengkritik asalkan dilandasi rasa cinta bukan kebencian.
Buku yang disertai sekeping kaset compact disc (cd) dengan 3 lagu karangan Ikal di dalamnya layak menjadi bahan bacaan untuk Anda. Selamat membaca.

Foto:www.google.com
kunjungi jg blog gw: http://yanuarimarwanto.wordpress.com/

Jul 5, 2011

To Die Is To Live

To die is to live.
In dying, your instinct will play a role.
Eros, or Thanatos.

I, am a friend of both.
Mr. T has been an old friend of mine.
He introduced me to his best friend.
I, am a friend of both of them.

Once, I let Mr. T telling me what to do.
I let him poisoning me, let him be...
I was broken, torn, dying.
His best friend helped me.

To die is to live.
In dying, you'll give up everything in the past.
In dying, you'll fight to live.
In dying, you'll start a new.

A new beginning doesn't mean anything,
but accepting what you were
and live what you are now.


-eljez (2011)

Jul 2, 2011

Malam Masih Panjang

Kadang malam tak terselami
Terlalu luas, sekaligus penuh misteri
Memiliki tengah, namun tak bertepi
Juga terang, meski tanpa matahari

Ya, malam masih panjang
Selalu ada kemarin, untuk dikenang sebelum menghilang
Pun masih ada esok, yang tak pernah lelah datang
Sebenarnya.. Adakah guna aku berlantang?

Ah, malam masih panjang
Yang jalang masih telanjang
Yang malang masih terajang
Dan aku, masih mengerang?

Sakit? Atau Nikmat?
Ah, keduanya kadang tak bersekat
Yang kutahu aku ini bukan malaikat
Meski kadang kau perlakukan tanpa martabat

Ya, ya, ya...
Malam masih panjang, meski hanya sesaat.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...