Pada saat saya mendaftarkan diri untuk menjadi peserta, saya
mengira perjalanan hanya akan ditempuh selama empat hingga lima jam. Ternyata
saya salah besar. Perjalanan untuk mencapai desa Sawarna diperkirakan
menghabiskan waktu sekitar tujuh hingga delapan jam. Tidak secepat
yang saya perkirakan. Meskipun demikian, menjelang hari keberangkatan, saya
masih optimis bahwa desa Sawarna dan pantainya akan seindah paradise. Begitu juga dengan perjalanan
menuju ke sana.
Para peserta diminta untuk mengikuti briefing sekitar satu minggu sebelum keberangkatan. Kami diberikan
informasi mengenai tugas dan keperluan apa saya yang wajib dibawa. Eh,
sebentar. Tugas? Kami akan diajak untuk mengeksplor paradise dengan tugas? Kedengarannya tidak seperti paradise lagi bagi saya. Malah lebih
terasa seperti perjalanan karyawisata di sekolah dulu. Tugas yang diberikan pun
tidak pernah saya lakukan sebelumnya. Profiling
desa? Apa itu? Seminggu menuju keberangkatan saya habiskan dengan mencari
beberapa keperluan yang belum saya miliki untuk saya bawa, dan saya mencoba
melupakan tugas yang harus saya lakukan di sana nantinya.
Akhirnya hari yang saya tunggu itu tiba juga. Kamis, 1 Maret
2012. Seluruh peserta diminta untuk berkumpul di hall B UNIKA Atma Jaya pada
pukul 20.00 WIB. Peserta dan panitia berkumpul sejenak untuk mendengar ceramah
pelepasan perjalanan singkat dari Mbak Maria Theresia Asti Wulandari, Psi.
selaku Wakil Dekan Fakultas Psikologi UNIKA Atma Jaya, menaikkan doa, dan
melakukan tos untuk memulai perjalanan kami.
Bus yang kami tumpangi tidak terlalu besar. Uniknya, di kaca
bagian depan dan samping bus ada stiker bertuliskan ‘Wi-Fi Hotspot’. Wah,
sungguh di luar dugaan! Saat masuk dan duduk dalam bus, saya juga menyadari
bahwa bus tersebut menyediakan televisi dengan berbagai saluran yang serupa
televisi kabel. Hal ini jelas membuat seluruh peserta semakin bersemangat dalam
perjalanan. Kami berangkat dari kampus UNIKA Atma Jaya menuju desa Sawarna
sekitar pukul 22.00 WIB.
Pada awal perjalanan, para peserta masih menonton televisi
dan tertawa bersama. Namun setelah bus berada di luar Jakarta, sinyal televisi
mulai terganggu. Karena sudah cukup malam, peserta satu persatu mulai tertidur.
Peserta mulai terbangun kembali ketika bus yang kami tumpangi melewati lubang
yang cukup besar. Supir bus juga mulai menaikkan kecepatan dan berusaha
menyalip beberapa truk untuk mempercepat perjalanan. Beberapa dari peserta
sempat menghentikan obrolan karena tegang melihat usaha Pak Supir tersebut. Saya
sendiri berusaha untuk memejamkan mata kembali, agar tidak terlalu khawatir.
Sekitar pukul 02.30 dini hari, kami berhenti di Karang Hawu
untuk ke toilet. Beberapa peserta juga beranjak ke warung terdekat untuk
membeli jajanan ataupun memesan mie instan untuk menahan rasa lapar. Sekitar
pukul 03.00, kami kembali masuk dalam bus dan melanjutkan perjalanan. Ternyata,
jalan yang kami lewati selanjutnya berliku-liku, menanjak, dan juga banyak
jalan menurun. Pemandangan di kiri-kanan bus hanya pepohonan dan terkadang
jurang. Beberapa peserta terkadang menahan napas tegang ketika supir
mempercepat laju bus ketika jalan menurun dan berliku. Dalam hati saya berkata,
perjalanan menuju paradise yang
dijanjikan ini salah-salah malah dapat mengantarkan kami semua ke surga yang
sebenarnya.
Akhirnya, kami tiba di tempat tujuan. Saya menengok ke arah
kanan bus, dan terlihat tulisan ‘Welcome to Sawarna Area’. Karena waktu baru
menunjukkan pukul 04.30, maka hari masih gelap dan saya belum dapat melihat
pemandangan lain di sekitar bus. Seluruh peserta turun dari bus dan mengambil
barang bawaan yang diletakkan di bagasi. Kami diminta untuk menggunakan senter
yang memang wajib dibawa oleh seluruh peserta untuk berjalan menuju homestay.
Sekali lagi, saya mengira bahwa perjalanan menuju homestay cukup dekat. Ternyata para
peserta diminta untuk melewati jembatan gantung dengan penerangan hanya dari
senter di tangan masing-masing. Ditambah lagi, jembatan gantung tersebut hanya
boleh dilewati maksimal lima orang sekaligus, untuk mengurangi getaran yang
membuat jembatan terayun-ayun. Setelah jembatan gantung, perjalanan yang harus
ditempuh masih cukup jauh. Saya sempat berpikir, mengapa rasanya kami tidak
sampai-sampai di homestay. Inikah
yang dijanjikan sebagai paradise?
Setelah berjalan melalui jalan kecil yang sebagian besar
tergenang air, kami akhirnya tiba di homestay
Millang. Para peserta masuk ke kamar masing-masing sesuai dengan nama yang
tertera pada pintu kamar. Kami diijinkan untuk beristirahat sejenak dan
bersiap-siap untuk berkumpul pada pukul 06.00. Kembali sekali lagi saya berpikir,
bagian mana dari perjalanan ini yang dimaksud dengan paradise? Kami tidak diberikan waktu untuk tidur setelah perjalanan
melelahkan sekaligus menegangkan tadi?
Sekitar pukul enam kami berkumpul dan berjalan bersama ke
arah pantai. Pantai Pasir Putih, begitu namanya. Di sana, kami diberikan
petunjuk mengenai hal apa saja yang akan dilakukan di desa Sawarna. Kami akan
masuk dalam kelompok dan akan melakukan permainan serupa Amazing Race untuk dua
hari ke depan. Saya merasa kembali bersemangat.
Kami kembali ke homestay
untuk bersiap-siap memulai permainan dan menyantap sarapan. Setelah selesai,
kami kembali ke Pantai Pasir Putih dan dibagi ke dalam lima kelompok. Satu
kelompok terdiri dari lima hingga enam orang. Untuk mengundi kelompok mana yang
akan memulai perjalanan terlebih dahulu, kami diundi dan melakukan lomba voli
pantai antar kelompok. Kelompok yang menang dan mencapai 10 poin diperbolehkan
untuk berjalan ke pos berikutnya. Sedangkan, kelompok yang kalah akan kembali
bertanding dengan kelompok urutan berikutnya, dan begitu seterusnya.
Pada pos berikutnya, kami diajak untuk bermain tebak kata,
serupa dengan permainan Hangman. Kami diberikan beberapa clue untuk mengetahui petunjuk tempat yang harus kami capai
berikutnya. Ternyata, tempat berikutnya adalah Tanjung Layar, tempat di mana
turis asing biasanya melihat matahari terbenam. Kami berjalan menyusuri pantai
dengan jarak yang cukup jauh untuk melihat dua tebing tinggi di pantai yang
luar biasa. Para peserta juga berkumpul di Tanjung Layar untuk berkeliling dan
berfoto. Setelah makan siang di sana, perjalanan dilanjutkan ke Goa Lalay.
Perjalanan menuju Goa Lalay cukup jauh. Kami harus kembali
menyusuri pantai menuju Pantai Pasir Putih dan kembali ke arah homestay. Setelah itu, kami harus berjalan
kembali ke arah jembatan gantung dan berjalan di jalan raya, menuju menara
Indosat sebagai petunjuk. Dari menara Indosat, kami harus kembali berjalan
menyusuri sawah dan rumah penduduk. Kami juga kembali melewati jembatan gantung
lain dan berjalan terus menyusuri sawah, hingga tiba di Goa Lalay. Di sana kami
diajak untuk melakukan caving atau
penyusuran goa, secara horizontal. Peserta dipandu oleh Mira Margaretha dan diajak
untuk masuk ke dalam goa cukup jauh. Selain menyusuri goa, peserta juga
diberikan berbagai informasi menarik mengenai goa dan segala ornamen yang ada
di dalam goa. Setelah keluar dari Goa Lalay, peserta diajak untuk kembali ke homestay untuk makan malam dan beristirahat.
Keesokan harinya, peserta dibangunkan pada pukul 05.00.
Setelah mandi dan sarapan, peserta diminta untuk berangkat satu persatu, sesuai
dengan urutan perjalanan hari sebelumnya. Kali ini, peserta diminta untuk
berangkat ke Karang Beureum. Perjalanan menuju Karang Beureum cukup berat,
dibandingkan dengan perjalanan sebelumnya. Peserta kembali menuju menara
Indosat, berbelok dan melewati rumah penduduk. Kami juga kembali dihadapkan
dengan jembatan gantung lain. Setelah jembatan gantung, kami harus melintasi
jalan berbatu yang banyak tanjakan dan turunan. Jalan berbatu ini cukup panjang
dan sulit, ditambah lagi dengan bebatuan yang cukup licin karena lumpur akibat
hujan pada malam sebelumnya.
Namun perjuangan melewati jalan bebatuan tersebut terbayar
ketika kami tiba di Karang Beureum. Pemandangan yang terlihat sangat indah dan
menyenangkan. Matahari bersinar cukup terik, menambah indahnya air laut di
karang dan menjadikannya berkilauan. Di sana, kami diajak untuk menggunakan
kompas bidik dan melihat clue kami ke
pos berikutnya. Kami pun kembali berjalan menyusuri pantai, Lagoon Pari
namanya.
Selain melihat pemandangan yang indah dan bermain games, kami juga diajak untuk
berinteraksi langsung dengan penduduk desa Sawarna. Para peserta diperlihatkan
mengenai cara membuat gula kelapa dari penduduk asli. Kami juga dipersilahkan
untuk mencicipi gula kelapa tersebut. Peserta juga diberikan kesempatan untuk
mewawancarai beberapa tokoh desa, seperti kepala desa (yang diwakilkan dengan
wakilnya karena beliau sedang sakit), pengusaha pembuat dan penjual pisang
sale, pemilik usaha homestay, dan
guru. Setelah itu, peserta juga diberikan kesempatan untuk mencoba langsung
melakukan beberapa kegiatan yang dilakukan oleh warga desa, seperti membuat
mebel dengan mengamplas hingga memvernis kursi kayu dan membersihkan hama di
sawah.
Jika mengingat jauh dan sulitnya perjalanan yang kami
tempuh, saya tidak akan bisa berkata bahwa desa Sawarna merupakan paradise. Sama sekali tidak. Bahkan
dapat saya katakan bahwa perjalanan dengan medan seperti itu merupakan siksaan.
Apalagi ditambah dengan kulit perih karena terbakar matahari. Belum lagi dengan
tugas untuk membuat profiling desa.
Namun ketika saya mengingat indahnya pantai, deburan ombak,
pasir yang halus, canda tawa peserta, pemandangan dalam goa, pengalaman dan
pengetahuan yang diperoleh, keakraban dengan sesama mahasiswa FPUAJ dari
berbagai angkatan, dan senyum ramah dari warga desa Sawarna, saya berani
berkata bahwa KMPA Pelangi sungguh membawa kami mengeksplorasi paradise. Segala luka, kulit yang
terbakar, pegal, dan rasa lelah terbayar sudah. Betapapun menegangkannya perjalanan
ketika Pak Supir membawa kami kembali ke Jakarta setelahnya.
Pantai Pasir Putih (pagi hari)*
Sawah di belakang homestay Millang *
Pantai Pasir Putih (menjelang matahari terbenam)*
* gambar merupakan dokumentasi pribadi
2 comments:
Terima kasih Nina atas catatan perjalanannya!!
Entah harus bersyukur atau menyesal saya berhalangan mengikuti perjalanan penuh kesan ini. (Atau memang tujuan penulisnya menghadirkan dua rasa itu bersamaan ya?) hehehehe..
Ditunggu catatan perjalanan berikutnya.. =)
nice story..jadi ingin ke pantaai pasir putih
Post a Comment