Jan 23, 2012

Daddy's Little Girl

Sudah lama tidak menulis, rasanya agak sulit memulai kembali sebuah karya yang sebelumnya sudah lama menjadi makanan saya sehari-hari.. Hmm.. Mari kita coba! *pasang ikat kepala*

Sudah beberapa waktu ini saya mengalami ups & downs dalam hal produktivitas. Saya yang pada tahun 2010 penuh dengan semangat untuk bermimpi dan mewujudkan mimpi tersebut, secara otomatis berubah menjadi zombie di awal tahun 2012. Saya tidak menyalahkan kegagalan perwujudan mimpi saya di tahun 2011, tetapi salah satu pemicunya adalah banyaknya kehilangan yang saya alami di tahun 2011.

Kehilangan ini tidak saya sebut sebagai rasionalisasi, namun hal ini muncul di bawah alam sadar saya. Dan saya juga tidak menyalahkan orang lain sebagai penyebab dari kondisi saya yang seperti ini. Bagi saya, saya tetap selalu memiliki andil dari hal-hal yang terjadi dalam hidup saya.

Kehilangan kesempatan mewujudkan mimpi sejak semester satu, kehilangan kepercayaan kerja dari berbagai pihak, kehilangan kesempatan memperbaiki sebuah hubungan interpersonal, kehilangan semangat kerja, kehilangan kontrol atas emosi diri, kehilangan kesempatan untuk berbicara dengan sosok yang (tanpa saya sadari) memiliki ikatan yang kuat dengan saya dan sangat saya rindukan. Bahkan puncaknya adalah saya kehilangan kemampuan untuk bermimpi. Saya yakin ini hanya terjadi sementara, namun ini cukup mengganggu pikiran saya akhir-akhir ini.

Di balik berbagai kehilangan yang saya rasakan tersebut, sebenarnya ada impian saya yang akhirnya tercapai di tahun 2011. Salah satu yang paling signifikan memberikan insight adalah saya berhasil membiayai hidup saya sendiri selama satu tahun. Belum sampai membiayai kuliah dan pulsa handphone, tapi minimal saya sudah tidak pernah meminta uang dari ibu saya untuk transportasi dan hedon. Pernah sih kebobolan dua kali, tapi bagi saya itu prestasi yang cukup luar biasa mengingat betapa borosnya hidup saya.

Dan yang ingin saya sampaikan dari tulisan ini bukanlah bagaimana saya mengeluhkan rasa kehilangan saya, tetapi setelah melalui berbagai tantangan tersebut, saya tersadar bahwa di umur 21 tahun ini, saya sering menganggap diri saya sudah dewasa dan ingin dianggap dewasa oleh orang sekitar, tetapi saya lupa bahwa saya tetap anak kecil di hadapan Bapa.

Bukan.
Saya bukan orang Katolik religius yang rajin ke gereja.
Saya bukan orang Katolik yang rajin ikut persekutuan doa.

Saya cuma orang berdosa yang kerjaannya juga minta melulu dari Dia. Jadi insight ini juga saya peroleh bukan karena saya mau sok-sok jadi orang beragama. Bagi saya agama hanya alat untuk mengenal Tuhan, tapi bagaimana memaknai ketuhanan itulah yang belum tentu dimiliki oleh semua orang beragama.

Kadang begitu besar mimpi seorang manusia, sampai kita lupa bahwa Bapa tetap menganggap kita anak kecil yang polos, yang semua kenakalannya perlu diampuni dan bisa dimaklumi. Bahwa Bapa tetap berhak mengajarkan kita dengan cara-Nya yang tidak pernah kita ketahui, untuk menyadarkan kita agar tetap rendah hati dan tidak menjadi lebih dari saudara-saudara kita yang lain. Bapa tidak akan memukul kita dengan rotan apabila kita berbuat nakal. Ia hanya akan mengampuni dan mengingatkan kita dengan kegagalan, dengan kehilangan.

Dan di dalam hidup saya saat ini, Bapa mengingatkan bahwa apabila saya berusaha, maka Ia akan memberikan yang terbaik untuk saya. Bapa selalu memberi saya rezeki yang cukup. Apabila rezeki yang saya terima masih terasa kurang, artinya saya yang masih kurang mampu untuk mengatur rezeki saya tersebut. Oleh karena itu, saya tidak perlu takut kekurangan atau takut pada orang lain. Saya hanya perlu melangkah untuk mencapai mimpi saya, karena Bapa selalu memberi yang terbaik untuk setiap langkah mencapai mimpi saya. Bagi saya, syarat dari Bapa hanya dua, hiduplah dengan sederhana dan Bapa hanya tidak ingin saya menyakiti saudara saya yang lain.

"Heaven and hell are right here on earth. Hell is living your fears, heaven is living your dreams. Hell may live within us but so does heaven." - Quoted from Awakening the Heroes Within, Carol S. Pearson

Saya hanya ingin berbagi. Bukan mencoba menjerumuskan anda ke dalam agama manapun. :)

2 comments:

gitagita said...

Jelaslah sudah.. "Dia" bukan untuk dimangerti :)

aruimula said...

buat gue "Dia" ada untuk dimaknai oleh masing2 pribadi.. :)

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...