Jan 5, 2012

Terbuang dan Tertawa


Halo, namaku waktu. Terkesan familiar? Mungkin bagi sebagian dari kalian, aku merupakan hal yang cukup sering dikeluhkan. Aku juga seringkali jadi bahan pembicaraan. Jadi kambing hitam!

Sebagian manusia mengeluhkan ketika aku terasa berjalan lambat. Banyak hal yang mereka tunggu di masa depan, katanya. Huh, gaya! Tahu apa mereka sebenarnya tentang masa depan? Esok akan terjadi apa pun, mereka tidak tahu. Bagaimana bisa mereka bilang menunggu sesuatu dalam hitungan minggu, bulan, bahkan tahun ke depan?

Sebagian manusia lainnya mengeluhkan ketika aku terasa berjalan sangat cepat. Waktu dua puluh empat jam dalam satu hari tidak dirasa cukup untuk mereka. Tidak cukup banyak waktu untuk mengerjakan ini dan itu, katanya.

Padahal, aku stabil-stabil saja. Konsisten. Satu menit diisi oleh enam puluh detik. Satu jam diisi oleh enam puluh menit. Satu hari diisi dua puluh empat jam. Konstan. Pasti. Tidak berubah.

Lalu, kenapa seringkali aku disalahkan? Seakan aku ini yang mengatur kalian, manusia. Seakan segala kebodohan kalian dalam melakukan kegiatan kalian menjadi salahku. Seakan segala ketidakmampuan kalian dalam mengaturku, juga adalah kesalahanku. Haruskah aku marah karena disalahkan? Atau aku harus tertawa atas kebodohan kalian?

Banyak yang membuangku sia-sia. Banyak yang berkata bahwa aku tidak ada, untuk lari dari tanggungjawab mereka. Aku terima. Terima dengan lapang dada. Lalu aku tertawa, keras sekali.





1 comment:

Djanuar said...

Yup, Para filsuf postmodernis pun seolah latah dan terkesan 'sok' sibuk, bagi mereka waktu tidak lagi berjalan, tapi justru belari. Padahal, seperti kata Nina, "Aku (waktu) stabil-stabil saja". Lantas, "Aku (waktu) harus gimana?". Mungkin, nasehat para orang tua ada benarnya,"hargailah, waktu!".
Terima kasih untuk prosanya, Nina. Salam.

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...