Sep 26, 2011

Merindukan rumah, merindukan pulang (1.1)


Rumah dan pulang adalah dua hal yang tak terpisahkan
Setiap mengingat rumah, setiap kali pula aku ingin pulang
Begitu pula sebaliknya.
Rumah tak selalu realita
Tak selalu pula imaji tak kasat mata
Ia adalah muara dan sarang,
Tempat segala sesuatu bermula dan berasal sekaligus berakhir
Alpha dan omega.

Seperti lingkaran,
lingkaran yang merona...
Merona merah keemasan jingga indigo biru dan hijau
Yang ketika berputar dengan cepat menjadi warna putih
Tak kasat mata...
Namun dalam pergerakannya ia menghidupkanku

Dalam perputarannya yang cepat,
Acapkali aku melupakannya
Menganggap sudah layak dan sepantasnya ada
Seperti jantung yang detaknya acapkali tak kupedulikan.
Padahal ketika ia berhenti...
Semua diam, bahkan tak ada lagi kehidupan

Namun, karena ia lingkaran...
Tak ada awal, tak ada akhir
Kita selalu punya kesempatan
Untuk memulainya (lagi)
Atau mengakhirinya.
...
Rumah adalah tentang pulang
Pulang adalah perjalanan
Sehingga rumah pun adalah perjalanan.

Gambar diambil dari sini

Sep 25, 2011

Jarak

Seumpama peluk yang tak berisi,
Sepasang tangan bertemu pada muka jari
mereka tak hendak merengkuh diri,
hanya ingin berteman dengan udara yang kian menari
bergerak dalam ruang rengkuh, menggeliat di sela-sela jemari


Api tak menyentuh air di dalam kuali
Tapi membuatnya hangat di dalam senti
Jilat pun riang, ia cinta kulit kuali
Satu-satunya kesempatan untuk berdamai dengan yang maha mengalir


tapi tak lama, rasa ingin memiliki menguasai
peluk tak berisi kian menyempit,
Tangan hanya sanggup merengkuh erat diri
udara enggan berteman lagi
tariannya berhenti
ia melarikan diri
Dan jilat yang menembus kulit kuali?
Ia padam, sisakan misteri

Sep 11, 2011

Kontrak

Kontrak adalah sebutan lain untuk perjanjian yang mengikat 2 pihak.

Cinta itu bukan kontrak.

Pacaran itu kontrak tahunan. Menikah itu kontrak seumur hidup.

Sebagaimana layaknya kontrak,

pacaran itu membutuhkan komitmen dari 2 pihak untuk menjalankan hubungan

dengan mengetahui hal-hal apa yang akan terjadi ketika menjalankannya

dan juga konsekuensi.

Oleh karena itu, pacaran sebaiknya dilakukan ketika masing-masing pihak sudah mengenal dirinya masing-masing,

sehingga kontraknya bisa dibuat selengkap mungkin dengan berbagai kondisi yang mungkin terjadi.

Masalah ada hal-hal di luar kontrak yang mungkin terjadi?

Kontrak kan bisa direvisi dengan persetujuan 2 pihak, supaya visi dan misi tetap bisa diwujudkan.

Nanti, bisa juga memperpanjang kontrak karena memang merasa cocok atau memutuskan kontrak.

Kalau sudah benar-benar merasa cocok, kontraknya mungkin bisa dibuat bukan tahunan lagi,

tapi kontrak seumur hidup, alias menikah!

Kontraknya tentu diperbaharui dengan konsekuensi dan tanggung jawab yang lebih besar.

Putus kontrak pacaran konsekuensinya mungkin lebih ringan daripada konsekuensi kontrak menikah.

Tapi yang menyebalkan adalah, pihak yang satu memutuskan kontrak atau melakukan hal-hal yang dapat menyebabkan putusnya kontrak di tengah jalan,

tanpa mengindahkan atau memikirkan masak-masak konsekuensi yang sudah tertera di kontrak awal hubungan.

Yang menyedihkan adalah pihak yang satu menutupi serangkaian hal-hal busuk sehingga hal-hal itu tidak diketahui pihak lainnya melalui kontrak dan ketika terjadi pelanggaran kontrak, ia dapat berkelit.

Yang paling bodoh adalah tidak memaksa pihak satunya untuk menandatangani kontrak, mungkin karena asas saling percaya. Toh pihak tersebut melakukan semua yang tertulis di kontrak.



E.J.F. (2011)

Sep 9, 2011

Bermain di Tepian Kolam


Kali ini aku datang sendiri di tepian kolam tempat aku terbiasa menghiasnya dengan indah dan apik. Menghias sisi-sisi luar kolam agar kau mau singgah sejenak untuk duduk bersamaku di sini. Dalam kesendirianku, kusadari tepian kolam ini tak akan berarti lagi. Tak perlu pula aku berpeluh untuk menghiasnya. Malahan dalam kondisinya yang apa adanya, aku tergerak untuk berjalan lebih dekat pada air di tepian kolam.

Selama ini kukira tepian kolam ini sudah cukup indah. Sudah cukup bagi kita untuk duduk-duduk sambil memandang ke sekeliling. Air di dalam kolam itu jarang kuhiraukan. Padahal air ini ada terlebih dahulu sehingga muncullah kolam. Maka, kuberanikan diri untuk mencelupkan tangan pada air di tepian kolam ini.

Tampak ada riak-riak yang muncul akibat tanganku yang bergerak, memberikan energi pada kolam. Sebaliknya air di kolam menyambutnya dengan energi yang setimpal hanya bentuknya berbeda. Lalu riak-riak itu perlahan menghilang. Bersatu kembali dengan wujud tenang kumpulan air di kolam itu.

Aku gerakkan kembali tangan yang kucelupkan ke dalam kolam. Muncul kembali riak-riak lalu hilang... begitu seterusnya.

Pada riak-riak itu aku bercermin diri.

Tanganku hanyalah sebuah stimulus pelaku daya dorong. Seolah pemberi daya namun aku sebenarnya hanyalah perantara.

Perantara energi dari sumber energi itu sendiri.

Perantara cinta dari Sang Sumber Cinta sendiri.

Kali lain mungkin akan kau temukan perantara cinta lainnya.Sungguh tak ada yang berbeda. Secara substansial, kami sama. Namun mungkin saja di suatu waktu kamu juga menyadari. Bagaimanapun juga setiap perantara memiliki otentisitasannya masing-masing. Dan akhirnya kamu memutuskan untuk memilih. Bukan atas nama substansi,

Melainkan atas nama otentisitas.

Di suatu saat, mungkin kamu menyadari bahwa aku tak lain dan tak bukan adalah air yang merupakan bagian dari kolam. Yang dengan kumpulan energi membentuk tangan. Memberikan sapuan gelombang dan riak. Mendayungkan riak hingga berima seirama...

“CINTA!”, seru melodi dan abjad mencoba mendeskripsikan kolam yang sedemikian luasnya dalam satu kata.

Aku sangsi...

Satu kata itu mampu melukiskan kemahaluasan kolam ini.

Maka kubebaskan sekat-sekat itu...

Tak ada lagi nama, bentuk, embel-embel apalagi keharusan

Menjadikannya selalu setia pada esensi kolam: Penuh fleksibilitas, keindahan, kejernihan, kelenturan, keterbukaan...

Dan kemahaluasan

Untuk selalu mencoba mengenal kamu hari demi hari

Selapis demi selapis

Setahap demi setahap

Sedikit lebih dalam, lagi dan lagi

Yang kuyakin tak akan menemukan ujungnya...

Bahkan sampai nanti ketika kita kembali bersatu dengan kemahaluasan kolam ini.


Gambar diambil dari sini

Sep 8, 2011

Berjalan Kaki

Berjalan kaki bukanlah hal yang biasa aku lakukan ketika tinggal di kota metropolitan padat seperti Jakarta ini.

Aku sering berpikir dua kali untuk memijakkan kakiku di trotoar penuh debu dan polusi serta terik matahari yang membakar kulit.

Jalan kaki berkeliling mall di Jakarta sesekali aku lakukan. Namun aku tidak menikmati jalan kakinya, sebab aku berjalan terburu-buru dan lebih asik memandangi etalase toko yang begitu menggiurkan.

Namun, pada waktu yang berdekatan aku menemukan kenikmatan berjalan kaki.

Pertama, sewaktu berjalan kaki di Ubud.

Entah suasana atau kontur jalannya yang mendukung tapi rasanya nikmat sekali berjalan di trototar kota kecil ini.

Udaranya yang sejuk dengan toko-toko kecil di kiri dan kanan jalan diselingi kafe-kafe terbuka memberikan atmosfer yang kondusif.

Suasana liburan mungkin juga memberikan rasa relaks dan santai sehingga berjalan kaki terasa semakin nikmat.

Aku tak mempedulikan lagi ke mana kakiku melangkah

Hanya berjalan dan berjalan

Hanya merasakan tiap telapak kaki beralaskan sandal gunung menapaki trotoar.

Hanya merasakan ringannya aku melangkahkan tubuhku

Merasakan damai dan tenangnya hatiku

Dan dengan sendirinya... rasa cinta bermekaran

Kedua, saat berjalan kaki di temaram cahaya malam kota Jakarta

Entah romantisnya lampu malam hari atau jalanan Jakarta yang masih lengang tapi rasanya nikmat sekali berjalan di trotoar kota besar ini.

Udara malam yang tak panas tapi juga tidak dingin dengan pepohonan dan gedung-gedung pencakar langit berbaris di sampingku memberikan atmosfer yang kondusif.

Suasana malam hari dan keceriaan yang telah dialami selama setengah hari mungkin juga memberikan rasa relaks dan santai sehingga berjalan kaki terasa semakin nikmat.

Aku tak mempedulikan lagi jauhnya jalan yang harus ditempuh oleh kakiku

Hanya berjalan, memandang dan menatap

Hanya merasakan kebersamaan di setiap langkah

Hanya merasakan ringannya aku melangkahkan tubuhku

Hidup terasa begitu berarti dan penuh cinta

Within and beyond...

Sesederhana itu menemukan cinta melalui berjalan kaki.



Gambar dipinjam dari sini

Sep 6, 2011

Satu Kerat Roti

Satu kerat roti, dan semua usai..

Simpul gelisah yang tak kunjung mengurai

Akan kenangan kerat-kerat yang lalu

Yang tak henti disuap penuh



Satu kerat roti, dan semua usai..

Lelah mengunyah dan perut yang penuh

Setengah jam kedepan kembali lapar

Mampukah kerat terakhir kuhabiskan?



Satu kerat roti, dan semua usai..

Berbagai rasa, tekstur, aroma

Pernah kulahap secara paripurna

Beberapa buatku meminta tambah

Tapi duri di antara potongan Tuna buat kerongkonganku terluka



Satu kerat roti, dan semua usai..

Tapi hati jadi gundah gulana

Haruskah kukunyah secara perlahan?

Atau kuhabiskan secepat singa yang lapar?



Satu kerat roti, dan semua usai..

Roti terakhir belum tentu berarti selesai

Baiknya kunikmati secara tunggal

Agar energi cukup untuk perjuangan kedepan



Satu kerat roti, dan semua usai..

Setelah habis akan diresmikan

Bahwa aku si pelahap semua kerat

Tanpa sisa untuk ditinggalkan



Satu kerat roti, dan semua usai..

Berpacu dengan waktu memang bukan sebuah pilihan

Inilah kepastian dari putusan yang lalu

Saat bibir menyentuh kerat roti terdahulu



Satu kerat roti, dan semua usai..

Berlama-lama toh hanya akan membuatnya rusak

Dihinggapi jamur biru kehijauan

Belum lagi baunya yang memuakkan



Satu kerat lagi..

Dan habis sudah.

Walau pada akhirnya,



Ada ragi untuk dibeli

Ada tepung untuk diuleni



Karena..



Satu kerat roti, dan semua usai..

Aku tak pandai mensugesti diri,

Aku pasti kembali lapar

Sep 5, 2011

Sakit

Aku mencacimu di hadapan dunia.

Ku izinkan diri membencimu.

Kubenamkan rasa rindu,

sejumput kata yang masih setia

bercerita segala makna.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...