Dec 6, 2011

Kuliah Itu Cuma Etalase Kok.

#Curhat070


Diposkan juga di Nota Facebook.

Kutipan yang saya jadikan judul tulisan ini dulu pernah saya dengar ketika mewawancara salah satu guru sekolah alam. Eh, sebelumnya, pada tahu gak sekolah alam itu apa? Bukan, ini bukan sekolah yang lulusannya jadi tarzan. Bukan pula sekolah yang lulusannya jadi pecinta alam hebat macam Soe Hok Gie. Di sekolah alam, anak-anak dibebaskan bereksplorasi, bereksperimen, berekspresi tanpa dibatasi sekat dinding dan berbagai aturan yang mengekang rasa ingin tahu mereka, yang membatasi interaksi mereka dengan kehidupan yang sebenarnya, yang membuat mereka tak berjarak dan akrab dengan alam lingkungan mereka (Website Sekolah Alam Indonesia).

Kembali ke awal. Guru tersebut mengemukakan bahwa kuliah itu tak lebih dari sekedar etalase saja. Mahasiswa hanya diperkenalkan secara sekilas saja tentang berbagai hal, tanpa tahu bagaimana pengaplikasian yang sebenarnya di kehidupan. Pada waktu itu guru yang saya wawancarai memberi contoh pula tentang bagaimana menangani anak-anak yang memiliki gangguan belajar dan kebutuhan khusus. Di buku-buku kuliah sih, tertulis dengan jelas penyebabnya apa, definisinya apa, dan intervensinya bagaimana. Tapi, apa iya menerjemahkan apa yang tertulis di dalam buku ke kehidupan nyata itu mudah? Ternyata tidak. Banyak loh tantangannya. Bisa dari ketidakpedulian orangtua, bisa keterbatasan ekonomi keluarga, dan segudang faktor lainnya. Hal-hal yang gak ada di perkuliahan. Gak tertulis di buku-buku kuliah.

Sebutlah sebuah kasus, dimana ada seorang anak SD yang suka menunjukkan perilaku kurang "sopan" ke teman-teman sebayanya. Ternyata, setelah ditelusuri, anak ini terkadang melihat orangtuanya melakukan hubungan suami-istri di rumah. Anak ini pun, tanpa paham apa yang dilakukan orangtuanya, mencoba meniru (walau dalam derajat tertentu). Nah, solusinya gimana? Gampang kan kalau di buku? Hilangkan penyebabnya! Minta orangtuanya jangan melakukan hal itu lagi di depan anaknya! Eh, sabar dulu. Usut punya usut, keluarga ini ternyata tinggal di sebuah kos sederhana, dan rumahnya itu cuma terdiri dari satu kamar kecil yang sempit. Semua anggota keluarga pun hidup dan beraktivitas di kamar sempit itu. Lantas, mau minta mereka sekeluarga pindah ke rumah yang lebih besar? Mana sanggup. Mau minta mereka gak melakukan hubungan suami-istri sama sekali? Mana tahan. Atau mau mereka ngungsi ke kamar tetangga kalau lagi kepepet? Mana enak sih.

Ya, itu baru satu kasus. Masih banyak kasus-kasus lain yang membuktikan bahwa kuliah itu cuma sebatas etalase, dan apa yang tertulis di buku itu gak banyak membantu di kehidupan nyata. Lantas, gimana dong? Ya, simpel aja, jangan cuma nuntut ilmu di kelas! Di luar kelas juga kan banyak tempat belajar yang bisa mengajarkan lebih dari sekedar etalase. Entah ikut organisasi, magang ke perusahaan, kembangin komunitas, atau apa lah. Di kelas pun, jangan mau cuma duduk diem dengerin dosen ngoceh. Kritisi dosen! Ajukan pertanyaan! Benturkan dengan realitas yang ada. Jangan biarin otak kita cuma jadi stasiun transit doang, sebelum ilmu itu berpindah dari buku dan mulut dosen ke lembar jawab ujian.

Jangan mudah puas. Hanya orang bodoh yang beli ember anti-pecah karena terlihat bagus di etalase (emang ada etalase yang muat ya?). Orang beli ember anti-pecah, setelah terbukti ember itu dibanting sekuat tenaga pun gak bakalan pecah. Ya, demikian pula dengan kuliah. Coba benturkan ilmu yang kita pelajari ke kenyataan, sampai terbukti kebenarannya. Banting sekuat mungkin. Sekali lagi, benturkan dan banting ilmunya ya. Bukan nilai Anda yang dibanting. Bukan pula pintu atau bangku kelas. Apalagi dosen.

Jakarta, 5 Desember 2011

3 comments:

dea dtebu said...

bisa jadi kalau kuliah cuma etalase... tapi pendidikan bukan kamulfase... tidak ada yang bisa ditutup-tutupi dalam pendidikan... banyak yang disembunyikan namun pasti akan lebih banyak yang ditemukan.. :)

Anonymous said...

melihat tulisan di bagian : "Di kelas pun, jangan mau cuma duduk diem dengerin dosen ngoceh. Kritisi dosen! Ajukan pertanyaan!"
terkadang ada segudang faktor jg yang mempengaruhi mahasiswa enggan bertanya. bisa karena dosen monolog, bisa karena terlalu bnyk beban tugas lain yang diberikan , bisa jadi ya karena merasa bertanya di kelas tidak mendapat jawaban yang memuaskan atau hanya bahasan dangkal, tanpa tahu juga realitas yang terjadi.

yah..segalanya terlalu kompleks kalau hanya di analisis.
kuncinya cuma datang , beraksi , dan tetap lakukan sampai aksimu berhasil, untuk sebuah masa depan yang lebih baik bagi anak bangsa.

Okki Sutanto said...

@dea dtebu:
Iya, setuju. Tulisan ini juga dibuat dengan semangat itu, agar semakin banyak yang ditemukan dalam proses pendidikan dan perkuliahan. hehe..

@KritikusTanpaNama:
Iya, tidak menampik adanya segudang faktor lain yang mungkin muncul. Tapi bagi saya pemegang peran terpenting dalam proses perkuliahan ya mahasiswanya. Bukan dosennya, tugasnya, atau segudang perintilan lainnya. Mereka aktor utamanya, yang lain penting sih, tapi tak lebih dari sekedar pemeran pendukung, atau bahkan figuran. =)

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...