Sep 16, 2010

MANUSIA YANG BEKERJA DENGAN KESADARAN PENUH


"Kerja adalah cinta, yang ngejawantah

Dan jika kau tiada sanggup bekerja dengan cara

Hanya dengan enggan

Maka lebih baik jika kau meninggalkannya

Lalu mengambil tempat di depan gapura candi

Meminta sedekah dari mereka

Yang bekerja dengan suka cita”

- Kahlil Gibran-

Bekerja merupakan salah satu ciri manusia. Bahkan menurut menurut Arendt bekerja merupakan aktivitas manusia yang bersifat repetitif sebagai tuntutan agar ia bisa hidup.[1] Sama seperti hewan, manusia melakukan kerja untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, hal tersebut menjadikan manusia sebagai animal laborans. Melalui kerja, manusia menghasilkan karya yang berupa objek, menguasai alam, juga membebaskan diri dari ketertundukkan hewani. Karenanya ia disebut homo faber.


Sebuah pandangan yang sangat terkenal mengenai kerja, adalah pandangan dari Karl Marx. Pandangan ini pernah dibahas dalam sebuah kelas Filsafat Manusia yang saya hadiri. Menurut Marx, kerja pada manusia harus dipandang sebagai sebuah sarana perealisasian diri manusia, maksudnya kerja harus dipandang sebagai sebuah usaha untuk merealisasikan diri, hal itu juga seharusnya dilakukan dengan kesadaran penuh, rasa senang, serta berorientasi pada nilai universal kemanusiaan.

Hal itulah yang membuat Marx mengkritik sistem Kapitalisme. Kritik Marx bardasarkan sistem Kapitalisme, berdasarkan atas pandangannya yang menyatakan bahwa di dalam sistem tersebut kerja bukan lagi dilihat sebagai sebuah aktifitas yang dikerjakan dengan nilai rasa, bukan untuk mengembangkan diri, melainkan berhenti pada orientasi pemenuhan kebutuhan. Marx juga pernah menyatakan, di dalam sistem Kapitalisme, para buruh menjual barang dagangan mereka (tenaga kerja) untuk kemudian dijual dengan seharga upah, dan upah itu sendiri baru dapat dinilai harganya, jika sudah ditukar dengan barang-barang lainnya. Misalnya, saya adalah lulusan Fakultas Psikologi, yang bekerja sebagai staff HRD, sebagai fresh graduate, saya digaji sebesar 2 juta rupiah, 2 juta tersebut baru bisa nilainya, jika saya sudah menggunakannya untuk membeli barang atau jasa. misalnya saya menggunakan gaji saya tersebut untuk membeli makanan dan minuman, ongkos bekerja, serta beberapa pakaian dan biaya kost. Maka 2 juta itu senilai dengan hal-hal yang sudah saya tukarkan. Lebih jauh lagi, Marx juga melanjutkan konsep-konsep kerja dalam sistem Kapitalis dengan keterasingan. Keterasingan menurut Marx dibagi menjadi dua, yaitu keterasingan manusia akan dirinya sendiri, serta keterasingan dari hasil pekerjaannya( manusia tidak lagi dapat mengenali dirinya dari hasil pekerjaan, karena pekerjaan dilakukan sesuai keinginan pemilik modal). Keterasingan itulah yang dapat membuat manusia kehilangan kesadarannya dalam bekerja.

Bekerja dengan Sadar

Kesadaran dalam hidup manusia, sangatlah penting terutama di dalam hal bekerja. Jika manusia tidak lagi menjalankan kerjanya di dalam kesadaran, maka apa beda manusia dengan robot yang bekerja secara mekanis? bukankah identitas manusia sebagai mahluk yang bekerja, menghasilkan dan menciptakan, seharusnya menjadi pembeda antara manusia dengan mahluk lain?. Sering kali, kita sebagai manusia yang bekerja, justru tertidur di dalam rutinitas kerja kita, tanpa kita sadari. misalnya seorang pekerja yang melakukan kerja dari pukul 9 pagi – 5 sore, selama lima hari dalam semingu. Mungkin ia terlihat sebagai pekerja yang aktif dengan mobilitas yang tinggi, tapi mungkin saja ia tidak lagi melakukan hal tersebut secara sadar, bekerja dipandang tidak lagi membutuhkan rasa, passion. Mengutip kepada larik puisi Kahlil Gibran di atas, manusia dapat dikatakan tidak lagi bekerja dengan cinta. Kerja tidak lagi dilihat sebagai kecintaan yang meberi bentuk kepada dirinya sendiri, tetapi sekadar rutinitas. Rutinitas itulah yang menurut Kahlil menimbulkan keengganan, lebih jauh lagi, Kahlil menyatakan bahwa yang bekerja dalam keengganan hanya pantas menjadi pengemis, yang meminta-minta kepada manusia yang bekerja dengan cintanya.

Ketidaksadaran dalam bekerja dapat membunuh pikiran-pikiran kritis manusia. Pikiran mereka akan terlalu rileks dalam rutinitas yang dilakukan sehingga tidak lagi,berada pada tegangan-tegangan pemikiran yang justru sebenarnya dapat menghasilkan ide-ide yang inovatif.

Hal ini pernah saya temukan di dalam diri saya,juga teman-teman mahasiswa lainnya pada semester-semester awal kami kuliah. Sebagai manusia yang melakukan kerja, kami hampir tertidur di dalam rutinitas perkuliahan. tidur nyenyak kami ini membunuh pikiran kritis kami, contoh konkretnya jika kami diminta untuk membuat tulisan bebas, dengan tema yang tidak ditentukan, kami akan kebingungan untuk memilih tema. Kenapa? Mungkin salah satunya karena rutinitas kami dari masa kecil di dalam dunia pendidikan yang selalu diberikan batasan-batasan kerja. Kami terbiasa disodorkan tema-tema yang harus kami terima, sehingga tidak terbiasa dengan pemberian tema yang bebas yang mengharuskan kami tersadar dari tidur kami dalam rutinitas di bidang akademis, kami juga terbiasa diberikan data-data yang aktual dan banyak, tanpa diberikan cukup waktu untuk mengolahnya. Tidak hanya itu, Kami pun mulai kesulitan untuk menjawab sebuah pertanyaan sederhana: ‘mengapa?’, karena pertanyaan tersebut memaksa kami untuk menggunakan pemikiran yang kritis dalam menjawab pertanyaan. Tidak hanya itu, bahkan di dalam pergaulan sehari-hari, jika terdapat seseorang yang sangat kritis, yang selalu mempertanyakan segala sesuatu, orang-orang itu dinilai terlalu berlebihan, padahal mereka justru adalah orang-orang yang penuh kesadaran yang tidak mau menerima sesuatu begitu saja. Orang-orang yang seperti itulah juga yang berfungsi sebagai agen perubahan, yang hidup dalam tegangan pikiran dan siap memberikan pemikiran-pemikiran yang baru.

Manusia yang bekerja dengan cinta, artinya manusia yang bekerja dengan segenap rasa yang ada pada dirinya. Manusia yang menempatkan kerja sebagai aktifitas yang ‘hidup’, manusia yang bekerja dengan segenap kesadaran yang ada, yang di dalamnya ia berkutat dengan tegangan-tegangan dari pemikiran kritisnya. Manusia yang berani menghasilkan, mengubah, mendekonstruksi, memperbaharui segala sesuatu yang ia perbuat. Tidak sekadar menjadikan kerja sebagai objek, bukan juga menjadikan kerja sebagai candu. Tetapi menjadikan kerja sebagai bagian dari hidupnya, sebagai cara menjadikan keberadaan dirinya.

Sudahkah kita bekerja dengan cinta, sudahkah kita melakukan proses mencipta dalam bekerja? Sudahkah kita mengaktualisasikan diri kita melalui pekerjaan kita? atau jangan-jangan kita sendiri sudah mati dalam aktifitas kerja?

Berhati-hatilah dalam bekerja, Pastikan diri kita terjaga, karena kerja tidak memiliki makna, dan bekerja hanya menghabiskan waktu saja, jika kita tidak menghidupinya.

Bekerja dengan cinta

Bagai Sang Pencipta

Membentuk citra insaninya

Satukan dirimu seutuhnya...

“Hey” (Kla Project)

.



[1] http://satrioarismunandar6.blogspot.com, diakses pada tanggal 22 Juni 2009

ps: tulisan dari masa lalu

1 comment:

gitagita said...
This comment has been removed by the author.

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...